Selasa, 17 Mei 2011

Etika Berbicara

Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa kemampuan bicara adalah fitrah manusia: “Tuhan Yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan manusia dan mengajarnya pandai berbicara." [QS Ar Rahmaan (55): 1-4]. Berbicara adalah salah satu sarana komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, tidak setiap orang yang berbicara itu memperhatikan etika dalam menyampaikan pesan melalui pembicaraan. Dalam berbicara, hendaknya kita memperhatikan beberapa etika yang bisa mendatangkan kebaikan dan keberkahan.

Dalam salah satu hadis disebutkan: “Muslim yang baik itu adalah Muslim yang menyelamatkan Muslim lainnya dari gangguan tangan maupun lisannya." [HR Bukhari]. Keyakinan bahwa diri kita tidak boleh menjadi seseorang yang merugikan orang lain, haruslah selalu dihujamkan ke dalam hati. Termasuk di dalamnya adalah dalam berbicara.
Berikut ini adalah kiat-kiat menata hati dalam pergaulan, agar kita menjadi orang yang bisa diterima dengan baik di lingkungan sosial di mana kita bergaul.

1. Hendaknya pembicaraan selalu di dalam kebaikan sebagaimana firman Allah SWT: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia." [QS An Nisaa’ (4): 114].

2. Sebaiknya jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna. Rasulullah SAW bersabda: “Termasuk kebaikan Islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.” [HR Ahmad dan Ibnu Majah]. Salah satu yang tidak berguna dalam pembicaraan, dan bahkan bisa merugikan diri sendiri yang perlu kita hindari adalah bergunjing (ghibah) dan memfitnah. Bergaul dengan sesama memang baik dalam kaitan silaturahmi, dan orang bijak akan membatasi memasuki suatu kumpulan untuk menghindari ‘mulut yang berbahaya’.

3. Hendaknya orang yang berbicara tidak membicarakan semua apa yang pernah didengar, sebab bisa jadi semua yang didengar itu menjadi dosasebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar.” [HR Muslim].

4. Menghindari perdebatan dan saling membantah, meskipun kita berada di pihak yang benar, dan menjauhi perkataan dusta meskipun bercanda. Rasulullah SAW bersabda: ”Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari pertikaian (perdebatan) meskipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta meskipun bercanda.” [HR Abu Daud].

5. Berbicara dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Aisyah RA menuturkan: "Sesungguhnya Nabi SAW apabila membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya." Karena jika berbicara dengan tergesa-gesa, maka bisa mengakibatkan salah ucap, pembicaraan menjadi kurang jelas, dan bisa menimbulkan salah paham.

6. Hindari memotong pembicaraan. Hendaknya kita memberikan kesempatan yang wajar kepada seseorang yang menguraikan sesuatu dengan tuntas. Bila ada hal-hal yang tidak sesuai atau perlu dikoreksi, lakukankah kemudian setelah selesai uraian itu, bukan dengan cara memotong pembicaraan untuk terus berbicara. Memotong pembicaraan adalah salah satu pengejawantahan dari sifat suka banyak bicara dan berpura-pura fasih, yang berarti pula kesombongan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih, dan orang-orang yang mutafaihiqun. Para shahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apa arti mutafaihiqun? Rasulullah menjawab: Orang-orang yang sombong." [HR Tirmidzi]. Jadi jika kita ingin mengkoreksi isi pembicaraan seseorang, hendaknya kita lakukanlah koreksi atau menyela pembicaraan dengan cara yang baik dan pada saat yang tepat di sela-sela pembicaraan.

7. Janganlah berbicara bohong.
8. Menghindari perkataan jorok (keji). Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa 
sallam bersabda: "Seorang mu'min itu pencela atau pengutuk atau keji 
pembicaraannya". (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Mufrad, dan dishahihkan 
oleh Al-Albani).
 
9. Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di 
dalam hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu disebutkan: "Dan sesungguhnya 
manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat 
kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan 
orang-orang yang mutafaihiqun". Para shahabat bertanya: Wahai Rasulllah, 
apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: "Orang-orang yang sombong". (HR. 
At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
 
10.Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba. Allah 
Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Dan janganlah sebagian kamu 
menggunjing sebagian yang lain".(Al-Hujurat: 12). 
 
11. Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan 
dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, 
karena hal tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan dan 
pertentangan.
 
12. Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang 
rendah orang yang berbicara. Allah berfirman, yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum 
yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari 
mereka (yang mengolok-olokan), dan jangan pula wanita-wanita 
(mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita 
(yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan). 
(Al-Hujurat: 11).